BISAKAH stasiun kereta api di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya yang kini vakum berdenyut kembali? Sebut saja halte Indihiang, Rajapolah, dan Ciawi.
Warga Kota dan Kabupaten Tasikmalaya bisa saja mengusulkan agar stasiun kereta api di daerah itu diaktifkan kembali. Seperti halnya saat mengusulkan pebangunan jalur kereta Priangan Timur dahulu kala.
Usulan itu masuk akal. Bukankah jalur kereta api itu dibangun demi transportasi massal yang bisa menyuntik gairah ekonomi warga setempat. Sejarawan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Dr. Agus Mulyana, M.Hum, mencatat usulan pembangunan kereta api di Priangan Timur datang pula dari pemerintahan setempat.
Sebelum jalur kereta api Banjar Kalipucang-Parigi dibangun, Residen Priangan mengirimkan surat tertanggal 27 Juli 1908 kepada pemerintah pusat. Surat residen tersebut disertai pula nota dari Asisten Residen Sukapura dan Kontroleur Manonjaya. Dalam rangka mengembangkan daerah Priangan Timur dan tenggara, mereka mengajukan kepada pemerintah untuk membangun jalan kereta api Banjar-Parigi.
Usulan dari pihak pemerintahan daerah tersebut didasarkan pada pertimbangan perlunya pengangkutan yang lebih mudah dan murah bagi hasil-hasil pertanian dari lembah Priangan Timur atau Parigi ke pelabuhan Cilacap. Pengangkutan yang sudah biasa dilakukan yaitu dengan menggunakan perahu diangkut dari Kalipucang melalui sungai dengan melewati perairan Sagara Anakan kemudian ke pelabuhan Cilacap. Lajur pengangkutan air ini menghadapi resiko yang cukup besar yaitu sering terjadinya pengendapan lumpur di Sagara Anakan akibat air pasang dari laut yang kemudian.
Oleh sebab itu perlu membangun lajur kereta api dari Banjar membentang sampai ke Kalipucang kemudian melalui pulau Nusakambangan ke Cilacap. Dari Kalipucang dan Parigi menuju Cilacap dilakukan dengan cara menggunakan kapal.
Pada sisi Kalipucang, Parigi dan Cilacap dibangun dinas perkapalan oleh pemerintah. Dinas perkapalan ini merupakan bagian dari pelayanan pengangkutan yang menyatu dengan eksploitasi kereta api. Pemerintah memberikan subsidi kepada dinas perkapalan tersebut.
Surat usulan dari Residen Priangan kemudian menjadi bahan pertimbangan oleh Inspektur Kepala Dinas Kereta Api Negara (SS) di Jawa untuk pembangunan pada lajur tersebut agar tidak diserahkan kepada swasta.
Berdasarkan surat Residen Priangan, Direktur BOW kemudian mengajukan kepada Gubernur Jenderal untuk menjadi pertimbangan bagi pembangunan jalan kereta api di daerah Priangan Tenggara dan Timur. Pemerintah akhirnya memutuskan membangun lajur kereta api dari Banjar ke Parigi melalui Kalipucang berdasarkan Undang-Undang tanggal 18 Juli 1911 (Staatsblad 1911 N0. 457).
Langkah pada masa silam itu tidak ada salahnya dilakukan saat ini. Pemerintah Kota dan Kabupaten merancang usulan, agar stasiun Indihiang, Rajapolah, dan Ciawi diaktifkan kembali sebagai tempat naik dan turun penumpang. Dikabulkan atau tidak, lain cerita.