MATA air Ciseda menjadi penanda Pondok Pesantren Manarul Hikam, Desa Sukaasih, Kecamatan Singaparna. Sebelum tahun 1990-an kawasan itu dikenal angker.
Melewati waktu senja, menjelang gelap warga setempat nyaris tak ada yang berani melewati kawasan itu. Kecuali, beberapa gelintir yang punya maksud tertentu sambil membawa sesaji.
Orang percaya di sekitar sumber mata air atau lebih dikenal dengan Tampian Ciseda itu, dihuni makhluk gaib, semacam dedemit dan sebangsanya. Lumrah, bila waktu itu jadi tempat pemujaan.
Pandangan orang perkara takhayul, yang merebak secara perlahan berkurang, bahkan nyaris hilang. Titik balik itu terjadi setelah Pondok Pesantren Manarul Hikam berdiri, sejak tahun 1992.
Sumber air yang membual dari tanah, ditetapkan menjadi jantung lokasi pesantren. Tempat itu kini dikenal dengan tampian Ciseda. Tampian artinya tempat mencuci atau mengambil air langsung dari perigi atau sumbernya.
Sifat air, paling tidak, menjadi inspirasi yang melekat dengan lahirnya Manarul Hikam. Let it flow, kata anak muda zaman sekarang. Mengalirlah seperti air yang selalu mengisi ruang-ruang kosong. Air selalu mencari jalan, mengalir ke muara.
“Manarul hikam itu, layaknya rumah yang sarat dengan hikmah, meluruskan pandangan keliru masyarakat yang memuja makhluk gaib. Ajaran tauhid di pondok ini jadi unggulan,” ujar Pimpinan Pondok Manarul Hikam, KH. Yayan.