DUNIA persilatan Ciamis, pasti tak asing dengan pendekar legendaris, Raden Aom Tur’at. Gerakan Cimande, Cikalong, Sera, Syahbandar, dikawinkan pencetus jurus asal Bandung itu selama bermukim di Handapherang sejak tahun 1935.
Setiap serangan tidak ditahan, tetapi dibuang dan mengikuti ketidakseimbangan posisi badan lawan. Aom Tur’at, sama sekali tidak mengajarkan untuk menyerang. Kecuali bila diserang, baru menjadi "bahan".
Ibarat ada tamu yang datang. Seorang pribumi mesti membuka pintu. Demikan pula saat pulang harus dibekali. Pesilat sejati tak akan menganggap enteng kepada semua orang. Prinsipnya, sieun henteu, wani henteu.
Sejalan dengan tiga prinsip yang diyakini menjadi dasar maenpo Aom Tur'at, usik (gerak), karep (kemauan), dan rasa (gerak batin). Artinya, pencak silat betul-betul menjadi media untuk mempererat tali silaturahmi dengan siapa pun. Pencak dan silat. Penca artinya pancakaki, mengenal keluarga. Sedangkan silat, artinya silaturahmi.
Di Handapherang — tempat Aom Tur’at mengembangkan padepokan Sekar Kamulyan — pencak silat terus dipupuk. Seperti yang digelorakan Kepala SMK Miftahussalam Ciamis, Dadan Apip Hamdan. Di sekolah itu digelorakan jurus-jurus pencak silat Aom Tur’at.
Dari enam murid Aom Turat yang terkenal, dua di antaranya asli dari Handapherang, yakni Wikatma (Bah Emo) dan Fachrudin. Empat pendekar lainnya, Abas Masduki dari Janggala, Den Emod (Cimaragas), Ahyar (Karang Ampel), dan Jajuli (Cidewa Dewasari).